Wahai calon imam, aku masih menunggumu.
Kadang tak sabar menanti kehadiranmu, padahal aku masih terhitung sangat muda.
Wahai calon imam, jika suatu hari kita bertemu, kemudian kita dipersatukan dalam janji suci dihadapan ALLAH, aku akan berjanji padamu.
Berjanji bahwa aku akan menemani dan mengabdi padamu selama titahmu ada pada jalan Ilahi.
Berjanji bahwa aku akan menjaga harga diri dan nama baikmu.
Berjanji bahwa aku akan selalu setia padamu sampai maut yang memisahkan.
Berjanji bahwa aku akan mencintai seluruh keluargamu, karena mereka lah yang membesarkanmu dan menjadikanmu takdirku.
Aku tidak akan banyak meminta darimu.
Kasih sayang dan perlindungan adalah suatu kewajibanmu yang kutahu kamu mampu.
Karena aku yakin kamu seseorang yang mampu bertanggung jawab atasku.
Karena kamu adalah pria pemberani yang memintaku dari orangtuaku.
Karena kamu seseorang yang telah kupilih, atas landasan ridho_NYA.
Satu permintaanku, yang apabila kamu tidak melakukannya, maka hatiku akan hancur.
Cintailah keluargaku dengan sepenuh hatimu, yang artinya kamu akan melindungi juga adik-adikku dan menyayangi orangtuaku seperti kamu menyayangi orangtuamu.
Karena ayah dan ibuku, yang memperjuangkan aku sampai akhirnya aku dimiliki olehmu nanti.
Aku akan menceritakan padamu yang orangtuaku lakukan padaku.
Ayahku.
Tulang punggung keluarga kami. Membanting tulang setiap hari.
Tak peduli hujan atau panas.
Waktu aku kecil dahulu, keluargaku bukan seperti sekarang.
Kami hidup seadanya, hanya ayahku yang sebagai seorang buruh.
Aku hanya bertemu dengannya ketika terbangun dari tidurku di adzan subuh,
dan kembali bertemu di waktu tidurku.
Dulu, aku selalu menganggap ayahku tidak menyayangiku.
Karena beliau jarang menghabiskan waktu denganku.
Lebih dari dua belas jam ada diluar rumah, mengangkat beban berat.
Karena beliau selalu berkata 'ayah lelah' ketika aku menunjukkan hasil karyaku.
Sampai akhirnya aku mengajukan protes padanya, karena aku ingin ayah ada denganku, menyaksikan perlombaanku, karena aku ini putrinya.
Lalu ayah berkata : "Ini untukmu, tak peduli apapun yang terjadi pada ayah nanti,
kamu harus tumbuh menjadi wanita yang berhasil. Artinya ayah harus mencari uang lebih untuk tabunganmu, untuk sekolahmu, sehingga hidupmu lebih baik dari ayah."
Itu yang ayahku katakan, dan selalu menjadi motivasi untuk berprestasi di sekolah hingga kini.
Karena aku ingin ayahku bangga. Karena aku ingin ayahku memiliki putri yang bisa merawatnya tanpa takut kehabisan uang lagi.
Karena aku ingin selalu dekat dengannya, merawat usia tuanya, bahkan setelah menikah denganmu kelak.
Maukah kamu ikut serta denganku, menjaga dan merawat ayahku yang telah mendidik dan memperjuangkan kehidupanku?
Ibuku.
Ibuku adalah sosok yang sangat lembut.
Ibuku tahu semua sejarah kehidupanku.
Ibuku orang pertama yang mengasihi dan merasakan kehadiranku dalam rahimnya.
Ibuku yang rela membagi makanannya denganku.
Ibuku, yang berkata 'Ibu tidak lapar. Makan yang banyak sayang.'
ketika aku masih menatap lapar makanan bagian ibuku.
Ibu yang setiap kali aku sakit meneteskan air matanya.
Ibu yang setiap hari membuatkan aku makanan dan kadang kala kutolak
karena aku tidak suka.
Ibu yang setiap hari memantau pencapaian sekolahku.
Ibuku yang mengajariku membereskan rumah, memasak, mencuci,
dan segala macam pekerjaan rumah tangga.
Semuanya diajarkan padaku dengan satu alasan : 'agar suatu saat kelak, kalau kamu sudah menikah, kamu bisa mengurus suami, anak-anak, dan rumahmu tanpa bantuan pembantu. Jadilah perempuan yang mampu bekerja. Jangan jadi perempuan yang bisanya hanya malas-malasan. Bayangkan, betapa banyak cinta yang bisa kamu sampaikan pada suamimu, anak-anakmu hanya dengan membuat masakan kesukaan mereka. Betapa banyak cinta yang bisa kamu sampaikan pada suamimu ketika rumah dalam keadaan nyaman untuk ditinggali dan membuat suamimu terus merasa rindu dengan rumah.'
Itu Ibuku.
Tak banyak yang bisa kukatakan tentang ibu.
Karena ajarannya, didikannya, bahkan telah kugunakan sebelum menikah denganmu nanti.
Ibu, menjadikan aku wanita mandiri yang bisa bertahan.
Maukah kamu menyayangi ibuku? Yang begitu menyayangi aku?
Karena aku takkan pernah jadi istrimu kalau tidak ada ibu yang melahirkan dan merawatku.
Calon imamku, aku akan menyayangi keluargamu seperti keluargaku sendiri.
Maukah kamu menyayangi keluargaku?
Tanpa keluargaku, aku takkan pernah ada untukmu.
Tanpa keluargaku, aku takkan pernah menjadi wanita yang kamu kenal saat ini.
Semoga kamu membacanya dan mengetahui pintaku ini.
Aku yang selalu menunggumu. :)